DeParenting.com – Keluarga ibarat sekolah. Jika ayah kepala sekolah, ibunya adalah guru. Sementara anak-anak mereka adalah muridnya. Idealnya, kepala sekolah dan guru mampu memberikan pendidikan sesuai kebutuhan murid. Tapi sayangnya, tak jarang si kepala sekolah dan guru tak paham bagaimana cara mendidik murid-murdinya dengan tepat.
Akhirnya, pola didik keluarga hanya sebatas turun temurun sebagaimana orang tua mereka dulu mendidiknya. Begitu seterusnya. Jika mereka berasal dari keluarga yang well-educated dan memiliki pola pendidikan yang bagus, tak jadi soal. Tapi, jika sebaliknya? Mau jadi apa anak-anak mereka selanjutnya.
Keprihatinan itu yang dirasakan oleh Komunitas Rabu Receh. Komunitas yang berdiri di Grobogan pada 2018. Komunitas ini berisikan emak-emak yang mencoba mengubah pola pendidikan anak dengan berbasis fitrah. Caranya? Dengan mendidik kepala sekolah dan guru di keluarga tadi.
Sebenarnya banyak komunitas serupa di wilayah lain, yang kebanyakan di wilayah perkotaan. Tapi ini Grobogan, Kabupaten di Jawa Tengah yang masuk zona merah kemiskinan dengan segudang persoalannya.
Baiklah, sebagai gambaran ada baiknya kita lihat statistik Kabupaten dengan daratan terluas di Jawa Tengah ini. Catatan Badan Pusat Statistik, penduduk miskin per bulan Maret 2019 sebesar 11,77% atau sekitar 161.921 orang. Padahal garis kemiskinan per kapitanya hanya Rp 375.521/bulan. Artinya, penduduk yang memiliki pendapatan di atas itu tak dianggap miskin.
Angka penganggurannya pun tinggi. Pada Agustus 2019, jumlah angkatan kerjanya sekitar 727 ribu orang, tapi tingkat partisipasinya hanya 69,10%. Dalam setahun terakhir, secara absolut pengangguran bertambah sekitar 9 ribu orang, sedangkan penduduk yang bekerja berkurang sekitar 19 ribu orang.
Belum lagi persoalan tingkat perceraian dan pernikahan usia dini. Pada tahun 2016, Pengadilan Tinggi Jawa Tengah mencatat Grobogan menjadi wilayah yang paling banyak mengajukan permohonan dispensasi pernikahan bawah umur. Total ada 202 kasus. Yang mengajukan adalah orang tua mereka dan penyebabnya adalah kemiskinan, rendahnya pendidikan dan kultur budaya setempat. Duh mengerikan.
Komunitas Rabu Receh menghadapi semua tantangan itu. Di mana pendidikan mungkin belum menjadi prioritas masyarakat Grobogan.

Melihat ‘’catatan merah‘’ itu, Ketua Gengster (Geng Berdaster) Komunitas Rabu Receh, Nurwening Indah Wulan Utami mengatakan hal itu adalah tantangannya. “Semaksimal mungkin kami mengajak emak-emak untuk berdiskusi persoalan pendidikan anak dan keluarga. Dengan sharing, maka akan menemukan solusi,” ujar Wening.
Komunitas ini, jelasnya, berfokus pada peningkatan kapasitas diri orang tua. Baik dalam membina rumah tangga maupun mendidik anak. Hal yang ditekankan adalah menetapkan visi misi keluarga dengan komunikasi antara suami istri. Hal ini penting dalam mengurai semua persoalan rumah tangga. Berbagi tugas, kewajiban, dan hak. Sehingga tak saling iri pada pasangan.
Dalam pelaksanannya, semua kegiatan komunitas diselenggarakan dengan santai dan tak kaku. Sebagaimana namanya, kegiatan komunitas diadakan rutin tiap Rabu di Sekolah Rahmania di Kecamatan Purwodadi. Kegiatan diskusi diikuti emak-emak setiap sorenya.
Siapa saja pesertanya? “Bebas,” kata Wening.
Kebanyakan peserta saling getok tular, satu sama lain. Karena tidak formal, maka tema pada acara itu juga bebas. Bisa soal pendidikan anak, persoalan keluarga, masak-memasak,tapi catat ya tak boleh ada ghibah. Apalagi ghibah suami sendiri.
Pendidikan berbasis fitrah begitu ditekankannya. Lantaran saat ini kurikulum di sekolah formal menyamaratakan semua anak. Baik pelajaran hingga tes nya. Sehingga anak akan dinilai bodoh ketika tak sama dengan anak lainnya. Padahal, masing-masing anak itu unik dan memiliki bakat dan minatnya masing-masing.

“Pernah ada anak yang berkebutuhan khusus. Di Grobogan kan masih agak susah cari tempat pendidikan yang menerima. Ada pula anak yang tak diterima oleh sekolah. Akhirnya kami sarankan untuk mendidik berdasarkan fitrahnya. Untuk melakukannya, maka orang tua mesti didik lebih dulu. Mampu menerima kondisi anak dan mau mendidik sesuai kemampuan anak,” jelasnya.
Untuk mendidik orang tua, sejumlah kegiatan telah diselenggarakan. Diantaranya, Talent Youth Champ 2018 dan 2019, kuliah emak baqoh (Kebaq) di sejumlah lokasi. Termasuk kegiatan magang bagi anak-anak di masa liburan dengan tujuan pemberdayaan anak sesuai potensi dan bakatnya. Melihat kegiatan itu, ada juga sekolah yang merangkul komunitas untuk mengembangkan potensi siswanya.
“Melihat kondisi masyarakatnya, kegiatan di Komunitas Rabu Receh tak ada yang formal. Semua dikonsep santai, dari nama hingga kegiatannya. Kalau terlalu formal, malah pada menjauh nantinya,’’ jelasnya.
Bagi emak-emak yang ingin bergabung dipersilakannya. Semuanya gratis, layaknya kumpul emak-emak di warung sayur. Emak-emak bisa juga lebih dulu kontak melalui FB Nurwening Indah WU.