DeParenting.com – Saat anak ingin main hujan-hujanan, orang tua tak mengizinkan. Ingin mainan lumpur, tak diperbolehkan. Nyebur di sawah ngejar bebek dan cari keong, tak diperbolehkan. Mandi di sungai, juga tak boleh.
Mainan di kebun pun sama saja. Banyak nyamuk katanya. Minta izin mainan panjat pohon, orang bilang tidak karena khawatir jatuh. Tak boleh lagi. Mandi di bak mandi terlalu lama, khawatir masuk angin. Tak diizinkan. Saat main sama temen-temennya juga tak diperbolehkan. Temennya si Anu inilah, temennya si itu ginilah. Kau khawatir anakmu terpengaruh.
Saat anak minta izin mainan sepeda di luar, khawatir tertabrak sepeda motor atau mobil yang melintas di depan rumah. Minta izin nonton tv, “Jangan nonton TV terus!!!,” katamu. Kadang malah kau tambahi dengan ancaman, “Tak jewer kamu kalau bandel”.
Tapi kau orang tuanya menuntut menjadi anak pemberani dan mandiri.
Pernah lihat orang tua yang model super protektif seperti itu? Pernah. Barangkali juga diantara kita mendidik dengan pola asuh seperti itu.
Yahbun, kita sebagai orang tua sebenarnya tak tepat jika melarang atau terlalu memaksakan anak untuk melakukan sesuatu. Mereka bukan kita. Anak-anak punya dunianya sendiri, keinginannnya sendiri.
Kekhawatiran akan terjadi hal negatif padanya itu wajar. Toh, kita yang merawat dan membesarkannya. Tapi kekhawatiran yang berlebihan justru akan membuat anak pasif dan minim pengalaman. Apa-apa tidak diperbolehkan. Hal itu jelas tak menambah pengalaman apapun padanya.
Padahal di usianya, justru, ajaklah mengenal sebanyak mungkin aktivitas. Profesi, kegiatan, tantangan, permainan, barang, kendaraan, maupun ilmu pengetahuan. Biarkan dia mengetahui, merasakan dan menemukan passionnya.
Tapi bukan berarti apapun yang ia inginkan harus dituruti. Jika itu berbahaya, dampingilah. Berikan pengertian akan risikonya. Jika itu buruk, sampaikan. Demikianhalnya jika sebaliknya. Beri pengetahuan tentangnya. Tapi jangan kau pupus keinginnya.
Yahbun sebatas mendorong dan mengarahkan. Tak lebih.
Salam.